RSS

Arsip Bulanan: April 2010

Kinerja Pegawai dan Budaya Organisasi (Oleh: Indra Trijayanti)


1. Kinerja Pegawai
Kata kinerja atau outcome yang dalam bahasa Inggris adalah pengaruh atau hasil, memiliki pengertian sebagai suatu hasil atau efek samping atas apa yang telah dilakukan. Sering orang menggunakan kata kinerja atau prestasi kerja untuk suatu pekerjaan yang telah berhasil dilaksanakan, baik prestasi yang diraih secara individu maupun secara berkelompok. Sebagai contoh, prestasi belajar, prestasi olah raga, dan sebagainya. Selain outcome, istilah kinerja juga berarti performance yang merupakan hasil kerja atau pekerjaan yang dapat capai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing � masing dalam pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika. Apabila dikaitkan dengan kinerja pegawai, tentunya kinerja yang dicapai oleh pegawai dalam suatu organisasi akan menyangkut kinerja yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas demi kemajuan dan perkembangan organisasi.
Kinerja merupakan unsur penting dalam manajemen. Definisi lain yang dimaksud dengan kinerja atau performance adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja Merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendapat beberapa ahli menyatakan tentang kinerja yaitu :
a. Hersey, Paul dan Blanchard, Kenneth H. menyatakan kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pamahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
b. Hadari Nawawi, menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya berdasarkan kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. 2
c. Kusum singh, and Bonnie S. Billingsley. kinerja merupakan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pekerjaan yang dilakukan. 3
d. Edmund R. Gray and Larry R. Smeltzer. Keberhasilan suatu kinerja merupakan hasil interaksi diantara beberapa faktor seperti sejumlah dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang diikuti dengan faktor lain seperti bantuan teman dan berbagai peralatan yang diperlukan. 4 4
e. Pendapat dari Thomas O. Kirkpatrick and Chad T. Lewis. menyatakan bahwa prestasi merupakan suatu istilah yang berhubungan dengan kualitas dan produktivitas dari hasil (output) pekerjaan seseorang atau kelompok orang sehingga untuk memperbaiki kinerja seseorang atau kelompok merupakan bagian yang penting bagi seluruh tingkat manajemen. 5
f. Pendapat JPG. Sianipar, pada dasarnya pekerjaan atau kerja yang dilakukan oleh manusia atau individu merupakan aktivitas yang dapat memberikan makna, manfaat, dan nilai bagi kehidupan sehari-hari sehingga setiap manusia mengharapkan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu hasil dari suatu pekerjaan semestinya dapat memberikan kepuasan dan meningkatkan motivasi kepada manusia atau individu tersebut sehingga memiliki keinginan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang. 6
g. Menurut kamus Webster yang dikutip oleh Bittel and Newstorm. memberikan lima definisi tentang kinerja yang salah satunya adalah kegiatan di mana seseorang menggunakan kekuatan untuk melakukan sesuatu. 7
j. Ary H. Gunawan, menyatakan Berhubungan dengan kinerja (work performance), bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. 8
k. Senada dengan pendapat diatas, Agus Dharma, mendefinisikan bahwa kinerja sebagai sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. 9
l. M. Daryanto berpendapat bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang pegawai (PNS) dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang telah diberikan atau dibebankan kepadanya dimana kinerja ini dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesanggupan PNS yang bersangkutan. 10
m. Sedangkan Faustiono Cardoso Gomes. mengutip pernyataan Bernandin dan Russell tentang kinerja sebagai “the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time periode.” (laporan tentang hasil diperoleh atas fungsi suatu pekerjaan atau aktivitas selama periode waktu tertentu). 11
n. Mauled Moelyono menyatakan bahwa salah bentuk performance atau prestasi adalah produktivitas yang merefleksikan suatu ukuran luasnya performance yang mengidentifikasi berhasil atau tidaknya suatu organisasi menghasilkan barang atau jasa yang menggunakan berbagai masukan tertentu. 12
o. Chris Argyris menyatakan Kinerja (work performance) juga merupakan perpaduan yang kuat antara kemampuan (ability) dan motivasi (motivation) yang ada pada diri seseorang di mana kemampuan seseorang tergantung dari tingkat pendidikan, pengalaman dan pelatihan, dimana perbaikannya membutuhkan proses yang lambat dan lama. 13
p. Marwan Asri dan Awig Dwi Sulistyobudi., mengartikan Hal ini berarti jika kemampuan dan motivasi yang dimiliki itu kuat sehingga kinerja yang dicapai akan baik atau tinggi. Namun sebaliknya apabila kemampuan dan motivasi yang dimiliki oleh individu tersebut kurang baik, maka hasil kerja yang dibebankan kepadanya menjadi kurang baik hasilnya. Pada dasarnya dikenal lima macam kemampuan dalam melakukan suatu pekerjaan yaitu :
1) muscular, 2) sensory, 3) mental, 4) social dan 5) concepal (imaginatif), dimana semua jenis pekerjaan membutuhkan tingkat tertentu untuk kelima hal di atas dengan perbandingan yang berbeda-beda. Sebagai contoh: Untuk pegawai buruh pabrik, moscular merupakan tingkat paling tinggi sedangkan concepal berada pada tingkat paling rendah. Sementara untuk direktur, moscular berada pada tingkat paling rendah dan concepal berada pada tingkat paling tinggi. 14
q. Senada dengan hal tersebut, Nanang Fattah, juga menyatakan bahwa kinerja (performance) di artikan sebagai suatu ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. 15

r. Domi C. Matutina, Poltak Manuruang, Sudarsono. menyatakan Tanggung jawab sebagai perwujudan dari motivasi pegawai dalam melaksanakan tugas tersebut dinyatakan oleh Domi dan kawan-kawan, bahwa tanggung jawab (responsibility) merupakan faktor motivasi atau kewajiban pegawai dalam melaksanakan tugas sebaik mungkin yang diberikan oleh pimpinan. 16
s. Fried. K. Renudnew. 1999. Performance Factors in Office Working Area. Educational Research, iss ; 0013-7342, v 141, no. 1 Fall 2000. h. 69 � 74 menyatakan Agar tanggung jawab seseorang dapat tumbuh dan berkembang maka perlu pembinaan hubungan kerja antara pegawai dengan pimpinan melalui pemberian tugas-tugas tertentu disertai dengan pengawasan yang tidak berlebihan sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik. 17

Pegawai sebagai sumber daya yang utama dalam organisasi, karena melalui pegawai inilah dapat dilaksanakan tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dikatakan efektif karena sehubungan dengan keberhasilan tujuan, sedangkan dikatakan efisien karena mampu menggunakan sumber daya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Keberhasilannya berasal dari proses pelaksanaan kerja dan hasil kerja pegawai, maka proses kerja dapat dilihat dari baik tidaknya setiap pegawai melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepada setiap pegawai dan hasil kerjanya masing-masing.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kinerja adalah kemampuan dan motivasi pegawai untuk menghasilkan produktifitas kerja pada waktu yang ditentukan.

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai
Kinerja pegawai dapat pula diartikan sebagai perilaku kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Terjadinya perbedaan kinerja (perilaku kerja) antara pegawai satu dengan yang lain tentu ada faktor yang menyebabkannya.
Kinerja memiliki karakteristik penting, Hersey 18 memisahkan tujuh variabel untuk memperoleh efektivitas manajemen kinerja, yaitu: (a) motivasi, (b) kemampuan, (c) pengertian, (d) dukungan organisasi, (5) lingkungan, (6) umpan balik dan (7) keabsahan atau validitas.
Pegawai harus mengetahui tentang standar kinerja, hal ini membantu pengelola dan pegawai dalam memonitor kinerja untuk keperluan dasar evaluasi. Dari proses monitoring dengan penyesuaian karakteristik kinerja tersebut diharapkan dalam organisasi akan dapat mencapai tujuan secara efektif dan akan segera mengetahui dan mengantisipasi bila ada penyimpangan tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun pendapat para ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut :

1) Henderson 19
Menyatakan bahwa kinerja pegawai dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai variabel yang kompleks, yang kadang-kadang tersembunyi dan tidak diketahui. Kinerja pegawai dapat digambarkan sebagai gunung es yang hanya sedikit tampak bila diperlukan tetapi banyak hal yang mempengaruhi yang tersembunyi, maka dapat dikemukakan bahwa variabel yang mempengaruhi perilaku pegawai adalah deskripsi tugas setiap pegawai (position description of each employees), tujuan dan fungsi unit kerja dimana pegawai bekerja (Goal and Function of each work unit), misi dan tujuan organisasi (Mission and objectives of organization), kebijakan organisasi (Policies of the organization), filosofi organisasi (Philosophy of the organization), nilai-nilai dan perilaku dari pimpinan puncak (Value of ownerand top management), faktor-faktor internal dari organisasi yang lain

2). Hadari Nawawi 20
Menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu :

Gambar 1 : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

a) Faktor ketrampilan, pengetahuan dan keahlian pegawai, bila penyebab terganggunya kinerja pegawai karena kurangnya ketrampilan, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, maka diperlukan pelatihan dan pengembangan dengan cara meningkatkan kualitas pelatihan.

b) Faktor sumber daya yang tersedia, yaitu faktor yang apabila sumber daya yang tersedia terbatas bagi pegawai, maka dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Sumber daya tersebut dapat dalam bentuk perlengkapan kantor, ruang kantor, staf pendukung, dan lain-lain.

c) Faktor pengalaman kerja dalam hal kerjasama dan penerimaan delegasi tugas yang diberikan,.

d) Faktor motivasi pegawai, yaitu merupakan faktor motivasi kerja, minat disiplin dan kemampuan dari pegawai.

Berdasarkan beberapa uraian pengertian kinerja maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil, baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Sehingga secara umum ada 2 (dua) jenis evaluasi kerja yaitu :
a) Evaluasi formatif : Pada umumnya berbentuk informal dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang.
b) Evaluasi sumatif : Bentuknya lebih terstruktur dan bertujuan untuk menilai secara tepat kinerja seseorang. Evaluasi sumatif sering dipergunakan sebagai dasar dalam membuat kepusan hasil yang telah tercapai.
Penelitian kinerja memberikan banyak kegunaan bagi organisasi sebagai suatu wadah kegiatan bagi sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan. Hasil penilaian kinerja misalnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan kepegawaian seperti misalnya kenaikan pangkat, pemindahan tugas, pemberhentian kerja, mengidentifikasi pelatihan dan program pengembangan yang dibutuhkan oleh pelaku kerja.
Untuk mengevaluasi kinerja seseorang ada dua cara pendekatan, masing-masing menggunakan dua faktor yang berbeda. Pertama, pendekatan yang menyatakan bahwa kualitas, karakter atau perilaku merupakan hal yang penting dalam membentuk kinerja yang efektif dan menilai kinerja seseorang. Pendekatan ini mengacu pada penggunaan metode rating (rating methods). Metode ini biasanya memuat kualitas pekerjaan, ketrampilan berkomunikasi, kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kemampuan membuat kepuasan.
Pendekatan kedua adalah metode tujuan atau sasaran yang berorientasi pada perencanaan kerja. Atasan dan bawahan bersama-sama mengembangkan sasaran yang harus dicapai dan kemudian membandingkan sasaran ini dengan sasaran yang dapat dicapai.
Hadari Nawawi memberikan kriteria di dalam standar untuk mengukur prestasi kerja pegawai yaitu meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif yaitu :

Tabel 1
Aspek-aspek standar pekerjaan

Aspek kuantitatif Aspek kualitatif
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
b. Waktu yang digunakan utk melaksanakan pekerjaan
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
d. Jumlah pemberian layanan
e. Jenis pemberian layanan a. Ketetapan kerja.
b. Kualitas kerja
c. Tingkat kemampuan kerja
d. Kemampuan menganalisa data
e. Memampuan memakai mesin
f. Kemampuan memakai alat
g. Kemampuan efesiensi pemakaian bahan atau alat tulis
h. Kemampuan mengevaluasi
i. Kemampuan merencanakan
(Sumber : Hadari Nawawi, 2003, Manejemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Gajahmada University Press, hal. 244 – 246)

Agar tiap pegawai dapat bekerja dengan efektif dan efesien, maka harus diadakan hasil analisis pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yakni setiap pegawai dalam setiap tingkatan dalam organisasi diberikan uraian tugas (Job Description) yang jelas. Dengan adanya uraian tugas, maka :
a) Setiap pegawai harus mengerti uraian tugas masing – masing, sehingga dapat, mengerti apa yang harus dikerjakannya, kapan harus mengerjakan, kapan harus menyelesaikannya, bagaimana cara mengerjakannya dengan siapa harus bekerja sama, kepada siapa pekerjaan Itu dipertanggungjawabkan dan bagaimana kualitas hasil kerja yang harus dilaksanakan.
b) Pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan yang diberikan kepada setiap pegawai serta hasil yang dapat dicapai oleh pegawai tersebut, adalah kinerja. Kinerja tersebut akan sangat tergantung pada potensi dasar yang dimiliki pegawai yang bersangkutan.

b. Dimensi kinerja atau standar kinerja.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa kinerja adalah proses pelaksanaan kerja dan hasil kerja, maka untuk mengetahui apakah kinerja seorang pegawai baik atau buruk perlu dilakukan penilaian kinerja. Untuk melakukan penilaian kinerja diperlukan dimensi kinerja atau ukuran kinerja yang disebut standar kinerja. Adapun beberapa teori tentang tentang dimensi kinerja atau standard kinerja yaitu sebagai berikut :
1) Henderson 21
Menyatakan bahwa dimensi kinerja atau Performance Dimension adalah sebagai berikut :
Performance dimension are those qualities or feares ot a job or the activities that take place at a work site that are conducive to measurement. They provide a means for descrimbing the scope of total work place activities.

Artinya yaitu bahwa dimensi kinerja merupakan semua kualitas atau gambaran kualitas dari suatu aktivitas pekerjaan yang dapat diukur dengan mudah. Sehingga dimensi atau standar kinerja adalah ukuran untuk mengukur dan menentukan apakah kinerja pegawai baik atau buruk.

2) Mondy 22
Menyatakan bahwa dimensi kinerja merupakan standar kinerja atau faktor-faktor yang dievaluasi dalam melaksanakan pekerjaan adalah sebagai berikut :
a) Quantity of work : Adalah yang berkaitan dengan volume pekerjaan yang dapat dikerjakan seorang pegawai.
b) Quality of work : Adalah yang berkaitan dengan ketelitian dan kelcermatan hasil kerja.
c) Inisiatif : Adalah yang berkaitan dengan keinginan untuk maju, mandiri, dan penuh tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
d) Adaptability : Adalah yang berkaitan dengan kemampuan pegawai untuk merespon dan menyesuaikan dengan perubahan keadaan.
e) Coorperatino : Adalah yang berkaitan dengan kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama dengan pimpinan sesama teman kerja.

3) Flippo (1984, 231) 23 mengemukakan bahwa dimensi atau standar kinerja pegawai meliputi 4 (empat) aspek;
a) Quality of work : merupakan kualitas hasil kerja yang diukur ketepatan, ketelitian, keterampilan, kerapian dan sedikitnya kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
b) Quantity of work : merupakan kuantitas hasil kerja yang diukur berdasarkan kecepatan dan volume pekerjaan yang dihasilkan.
c) Dependability (ketangguhan) : merupakan dimensi kinerja pegawai yang berkenaan dengan kepatuhan terhadap instruksi, inisiatif kerja dan adanya kebiasaan menjaga keselamatan kerja.
d) Attide : merupakan dimensi kinerja pegawai yang berkenaan dengan sikap positif pegawai terhadap lembaga dan pekerjannya serta mampu dan mau bekerja sama dengan sesama teman kerja.

4) Shafrit 24
Mengemukakan bahwa dimensi kinerja pegawai meliputi empat hal utama yaitu quality, quantity, inisiative, adaptability and communication.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang dimensi atau standar kinerja, maka dapat disimpulkan bahwa dalam menyusun dimensi atau standar kinerja harus memenuhi kriteria ukuran yaitu berapa banyak yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, seberapa baik hasil kerja tersebut, apakah hasil tersebut keluar tepat waktu, seberapa keefektifan pemakaian alat-alat dan biaya,
Dimensi kinerja yang akan digunakan sebagai indikator untuk pengembangan instrumen kinerja pegawai terdiri dari:
a. Kuantitas kerja
b. Kuantitas hasil kerja
c. Efisiensi dan efektif kerja
d. Tanggung jawab kerja
e. Kemampuan dan ketrampilan kerja
f. Inisiatif dan kreaktif kerja
g. Ketaatan dan loyalitas
h. Kerjasama
i. Ketelitian kerja
j. Pengabdian
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas , maka kinerja adalah perilaku kerja dan hasil prestasi kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kapadanya.
Penilaian kinerja merupakan metoda penilaian kinerja pegawai sebagai bagian sistem pengembangan manajemen SDM untuk mendorong optimalisasi pendayagunaan SDM.

c. Kinerja PNS
Seseorang ketika ia mulai bekerja sebagai PNS, setiap tahun selalu dinilai kinerjanya dengan format yang disebut Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP3). DP3 selalu diperkitungkan bila seseorang akan naik golongan dan pangkat. PNS dengan standar nilai baik memiliki skor 76 � 100 dari nilai rata-rata DP3 tersebut, tetapi tidak ada sanksi apapun terhadap seorang PNS yang memiliki standar nilai dibawah 75, sehingga skor kinerja yang terdapat pada DP3 hanya merupakan rekayasa skor.
Sejak Tahun 2007. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menerapkan penilaian kinerja pegawai dan penilaian kinerja tersebut efektif dilaksanakan pada tahun 2008. Penilaian kinerja dilaksanakan pada setiap bulan dan otomatis akan terekap setiap tahunnya. Penilaian kinerja pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhubung langsung melalui internet ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Dalam tahap awal penilaian kinerja perlu dilakukan langkah � langkah sebagai berikut :
1) Setiap pimpinan satuan organisasi/ satuan kerja wajib membuat dan menetapkan standard kinerja minimal pegawai pada satuan kerja yang dipimpin.
2) Standard kinerja minimal pegawai yang dibuat dan ditetapkan sesuai dengan kedudukan/ tingkat jabatan, tugas, fungsi/ fungsi jabatan dan karakteristik/ spesifikasi lain dari masing � masing satuan kerja.
Penilaian kinerja pegawai didasari 2 bidang yaitu 1) Bidang Hasil Utama ( BHU ) adalah penjabaran dari tugas dan fungsi serta sasaran satuan kerja yang akan dicapai selama periode penilaian, 2) Bidang Perilaku Utama ( BPU ) adalah perilaku dominan setiap pegawai yang disepakati oleh satuan kerja. Mekanisme penilaian kinerja pegawai melalui pemberian bobot penilaian kinerja BHU 70 % dan BPU 30 %, dengan Indikator penilaian BHU meliputi :
1) Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan;
2) Kebenaran hasil pekerjaan;
3) Ketepatan menggunakan bahan/ perlengkapan kerja
4) Ketepatan dan kebenaran pembuatan dan penyampaian laporan
5) pelaksanaan tugas;
6) Kuantitas penugasan khusus tambahan.

Indikator penilaian BPU meliputi :
1) Ketepatan waktu tiba ditempat tugas/kantor;
2) Ketepatan waktu pulang dari tempat tugas/kantor;
3) Keberadaan/ standby ditempat tugas/kantor selama jam kerja;
4) Kejujuran menyampaikan data dan informasi hubungan dinas/tugas;
5) Kemampuan bekerja sama dalam tim kerja;
6) Hubungan antar manusia dalam lingkungan tempat kerja/kantor;
7) Efektifitas kepemimpan kepada bawahan (bagi pejabat struktural).

Dengan standard kerja yang harus dipenuhi oleh masing � masing pegawai, maka seorang pimpinan dapat memberikan penilaian kategori kinerja baik dengan nilai 4, cukup dengan nilai 3, kurang dengan nilai 2 dan buruk dengan nilai 1. Tata cara pemberian penilaian kinerja pegawai tidak lepas dari indikator yang telah ditetapkan pada BHU dan BPU.
Tabel 2
Penilaian Kinerja Pegawai Perorangan
Bulan : Unit Kerja :
PEGAWAI ATASAN
Nama
NIP
Golongan
Jabatan

Materi Kinerja BHU Nilai (%) Materi Kinerja BPU Nilai (%)
1 1. Ketepatan waktu tiba di tempat tugas/kantor
2 2. Ketepatan waktu pulang dari tempat tugas/kanotr
3 3. Keberadaan/ standby di tempat tugas selama jam kerja
4 4. Kejujuran menyampaikan data dan informasi dalam tugas
5 5. Kemampuan bekerja sama dalam tim kerja
6 6, Hubungan antar manusia dalam lingkungan tempat kerja
7 7. Efektifitas kepemimpinan kepada bawahan (khusus untuk pejabat struktural)
Jumlah Nilai BPU
Nilai Rata-rata BHU Nilai Rata-rata BPU
Jumlah Nilai BHU Nilai Akhir BHU Nilai Akhir BPU

Nilai Kinerja Pegawai (dalam %) :
Nama Pegawai : Nama Atasan :
Tanda tangan : Tanda tangan :
Setelah ditentukan bahwa standar kinerja merupakan ukuran dan respons umpan balik kinerja yang disepakati dalam standar, jika hasil dalam membandingkan kinerja dapat dicapai maupun keluar dari standar, tentu akan dicari penyebab keberhasilan maupun kegagalannya. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari dampak motivasi dan klasifikasi kinerja yang dikontrol dan dapat diukur dari motivasi dengan cara menghitung respons perilaku yang berpengaruh sangat besar terhadap kinerja seseorang.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penilaian kinerja lebih mengutamakan tingkat keberhasilan dalam merespon setiap pekerjaan yang dihadapi dan melaksanakannya semaksimum mungkin oleh pegawai yang bersangkutan.
Penilaian kinerja pegawai memiliki 2 (dua) tujuan yaitu perkiraan terutama sebagai pedoman dalam memberikan TPP, dan tujuan pengembangan bertujuan untuk memperbaiki kinerja pegawai melalui pendidikan dan latihan diri sehingga pegawai sadar akan kelemahan dan kekuatan atas ketrampilan dan kemampuan yang dimliki. Oleh karena itu hasil atau skor kinerja yang dilakukan melalui prosedur pennilaian kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik individu meliputi motivasi dan kemampuan yaitu aspek kognitif, fisik, sosial, emosional, pendidikan, pengalaman kerja di masa lampau, dan karakteristik situasional yaitu supervisi, sistem imbalan, desain pekerjaan, struktur dan kebijakan organisasi. Stahl menyebutkan dengan adanya penilaian kinerja akan membantu dalam beberapa hal yaitu: (1) Penjelasan tentang sesuatu yang diharapkan yaitu kinerja yang memuaskan baik kualitas maupun kuantitas. (2) Memperbaiki kinerja pegawai. (3) Perbaikan teknik kepegawaia. (4) Penentuan tujuan kegiatan pegawai. 25
Data penilaian kinerja juga berfungsi sebagai dasar untuk memberikan keputusan promosi orang yang menonjol dalam pekerjaannya, selain sebagai masukan dalam menentukan sistem imbalan dan hukuman, sebagai kriteria dalam riset personalia, alat prediksi untuk kegiatan di masa mendatang, membantu menentukan tujuan-tujuan program pelatihan, serta memberikan umpan balik (feedback) kepada para pegawai sehingga dapat memperbaiki kinerja di masa mendatang.

d. Sintesis Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai adalah keberhasilan kerja pegawai yang telah dilakukan atas tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai. Kinerja pegawai dapat dinilai dengan melalui suatu sistem penilaian yang berupa angka atau skor terhadap beberapa indikator kinerja yaitu hasil kerja, kemampuan kerja, ketrampilan, dan tanggung jawab seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Kinerja Pegawai berhubungan dengan memanfaatkan sumber-sumber yang efisien dalam menghasilkan sebanyak mungkin barang dan jasa, sedangkan produksi berkaitan dengan kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. Selanjutnya produktivitas mengandung dua konsep utama, yaitu efektivitas dan efisien. Efektivitas adalah suatu indikator yang menggambarkan sejauhmana target (kualitas dan kuantitas) dapat dicapai. Konsep ini menekankan kepada pencapaian hasil (output), sehingga semakin besar prosentase target yang dicapai maka akan semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Hasil ini dapat berupa suatu keuntungan, volume penjualan, prestasi/nila-nilai tertentu.

2. Budaya Organisasi
Budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikir dan diciptakan oleh manusia, sehingga budaya adalah hasil karya manusia. Budaya juga menuntun manusia untuk mengetahui tindakan yang benar dan salah, mengganggu sesama atau tidak, menyenangkan sesama atau tidak ketika melakukan segala sesuatu tersebut. Budaya bergeser dan berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam bentuk tulisan dan lisan. Selain budaya menggambarkan karya manusia seperti seni, musik, literatur dan arsitektur, budaya dapat berbentuk non materi yang bersifat abstrak seperti nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, adat istiadat, simbol dan lain-lain.
Setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang mempengaruhi semua aspek secara individu dan kelompok, seperti beberapa pendapat ahli mengenai budaya organisasi yaitu :
a. Peter F. Druicker dalam buku Robert G. Owen, Organizational Behavior in Education. Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait. 26
b. Phithi Sithi Amnuai dalam tulisannya How to Build a Corporation Culture dalam majalah Asian Manajer (September 1989), Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi dasar keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasu masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. 27
c. Nevizond Chatab dalam buku Profil Budaya Organisasi, Alfabeta, 2007, 10-11, budaya organisasi merupakan pengendali sosial dan pengatur jalannya organisasi atas dasar nilai dan keyakinan yang dianut bersama, sehingga menjadi norma kerja kelompok dan secara operasional disebut budaya kerja karena merupakan pedoman dan arah perilaku kerja karyawan. 28
d. Randolph & Blackburn (1989) Budaya organisasi merupakan suatu nilai-nilai kunci yang dipercayai serta penertian dari karakteristik yang diberikan anggota kepada suatu organisasi. Budaya organisasi juga menjadi dasar bagi karyawan untuk memperhatikan kepentingan seluruh karyawan.
e. Kreitner & Kinicki (1992), bahwa budaya organisasi merupakan pola dasar asumasi untuk menciptakan, menemukan atau mengembangkan kelompok dengan belajar mengadaptasi dari luar dan mengintegrasikannya ke dalam organisasi.
f. Jennifer & Gareth (1996), Budaya organisasi merupakan informalisasi satuan nilai dan norma yang menjadi alat kontrol bagi karyawan di dalam organisasi dalam berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal.
g. Moorhead & Griffin (1999), Budaya organisasi adalah pertimbangan penggunaan nilai-nilai, simbol-simbol dalam berkomunikasi kepada karyawan di dalam mencapai tujuan organisasi.
h. Wagner & Hollenbeck ( 1992), Budaya organisasi adalah suatu pola dari dasar asumsi untuk bertindak, menentukan atau mengembangkan anggota organisasi dalam mengatasi persoalan dengan mengadaptasinya dari luar dan mengintegrasikan ke dalam organisasi dimana karyawan dapat bekerja dengan tenang serta teliti, serta juga bermanfaat bagi karyawan baru sebagai dasar koreksi atas persepsi mereka, pikiran dan perasaan dalam hubungan mengatasi persoalan.
i. Robbins (1991), Budaya organisasi merupakan perekat sosial bagi anggota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai serta norma-norma standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya. 29
j. Gopal (2001), Budaya organisasi sangat menentukan di dalam operasional organisasi secara terus menerus agar organisasi dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.
k. Edgar H. Schein (1985), Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan persoalan, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal.
l. Schwartz & Davis (1981), Budaya organisasi merupakan pola kepercayaan dan harapan yang dianut oleh anggota organisasi.
m. Eldridge &Crombie (1974), Budaya Organisasi menunjukkan konfigurasi unik dari norma, nilai, kepercayaan dan cara-cara berperilaku yang memberikan karakteristik cara kelompok dan individu bekerjasama untuk menyelesaikan tugasnya.
n. Tunstall (1983), Budaya Organisasi adalah konstelasi umummengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktifitas dan tindakan organisasi serta melukiskan pola implisit, perilaku dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi.
o. Andrew Brown (1998), Budaya organisasi merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku anggota organisasi.
p. Gareth R. Jones (1995), Budaya Organisasi merupakanseperangkat nilai ersama yang mengontrol interaksi setiap anggota organisasi termasuk pihak luar organisasi yang mempunyai keterkaitan dengan organisasi tersebut.
q. Robert G. Owen (1991) dalam bukunya Organizational Behavior in Education, Budaya organisasi adalah norma yang diinformasikan anggota organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima, peraturan main yang harus dipelajari jika ingin sejalan dan diterima sebagai anggota organisasi.
r. Wirawan, mengatakan Budaya Organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisaikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam mempruduksi produk, melayani konsumen dan mencapai tujuan organisasi. 30
Melihat beberapa pendapat para ahli tentang budaya organisasi, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan suatu nilai-nilai yang dipercayai sehingga menjadi karakteristik yang diberikan anggota kepada suatu organisasi. Budaya organisasi juga merupakan lingkungan internal suatu organisasi karena keragaman budaya yang ada dalam suatu organisasi sama banyaknya dengan jumlah individu yang ada dalam organisasi tersebut sehingga budaya organisasi sebagai pemersatu budaya-budaya yang ada pada diri individu untuk menciptakan tindakan yang dapat diterima dalam organisasi.

a. Peran Budaya Organisasi
Budaya organisasi mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi, berikut ini peran budaya organisasi seperti yang ditulis Wirawan, yaitu :
1) Identitas organisasi
Budaya organisasi menunjukkan identitas organisasi yang membedakan organisasi yang satu dengan yang lain.
2) Menyatukan organisasi
Budaya organisasi menjadi pemersatu anggota organisasi dengan menyatukan nilai-nilai, norma anggota.
3) Reduksi konflik
Budaya organisasi memperkecil terjadinya konflik dan juga sebagai peredam konflik.
4) Komitmen kepada organisasi dan kelompok
Budaya organisasi yang kondusif dapat mengembangkan rasa memiliki dan komitmen yang tinggi kepada organisasi
5) Reduksi ketidak pastian
Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian dalam mencapai tujuan dengan menentukan kemana apa yang akan dicapai dan mengembangkan pembelajaran bagi anggota baru.
6) Menciptakan konsistensi
Budaya organisasi memberikan peraturan, panduan dan prosedur dalam bekerja sehingga anggota melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturannya.
7) Motivasi
Budaya organisasi memotivasi anggota untuk mencapai tujuan dengan bertanggung jawab untuk merealisasikan tujuan organisasi.
8) Kinerja organisasi
Budaya organisasi menciptakan, meningkatkan dan mempertahankan kinerja tinggi, kepuasan kerja dan etos kerja.
9) Keselamatan kerja
Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja dengan mengembangkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
10) Sumber keunggulan kompetitif
Budaya organisasi yang kuat mendorong kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan. Perusahaan yang mapan budaya organisasinya relatif untung, berumur panjang dan mampu menghadapi persaingan dan perubahan lingkungan.

b. Indikator Budaya Organisasi
Menurut Prof. Dr. Manahan P. Tampubolon, MM 31, budaya organisasi merupakan kesepakatan perilaku anggota dalam organisasi yang selalu berusaha menciptakan efisiensi, kreatif, bebas dari kesalahan dan berfokus pada hasil, sehingga indikator budaya organisasi adalah :
1) Inovasi memperhitungkan resiko.
Norma yang dibentuk menyatakan bahwa setiap anggota harus memperhatikan dengan jeli terhadap segala permasalahan yang mungkin akan menimbulkan resiko kerugian bagi organisasi.
2) Memberi perhatian pada setiap masalah secara detil.
Memperhatikan permasalahan secara detil akan menimbulkan ketelitian dan kecermatan dalam melaksanakan tugasnya sehingga tingkat kualitas pekerjaan yang tinggi menghasilkan kualitas produksi yang tinggi pula.
3) Berorientasi terhadap hasil yang akan dicapai.
Ketelitian dan kecermatan anggota serta mendapat supervisi yang mengarahkan dan memberdayakan mereka dari pimpinan dapat dikatakan mereka berorientasi pada hasil yang dicapai.
4) Berorientasi kepada semua kepentingan anggota.
Kerja tim yang dilaksanakan anggota terhadap tupoksi mereka akan terkait dengan tim bagian lain yang berbeda tupoksinya. Apabila anggota melaksanakan tugasnya dengan teliti dan cermat, mereka akan selalu berorientasi kepada sesama anggota agar dapat tercapai target organisasi.
5) Agresif dalam bekerja.
Produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan dengan kualitas keahlian, disiplin, rajin, sehat dan agresif (berkemauan) dalam bekerja.
6) Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja.
Performa di atas harus dipertahankan untuk menjaga kestabilan kerja sehingga akan terbentuk budaya organisasi yang kuat

Gambar 2
Implikasi budaya organisasi terhadap performa dan kepuasan individu

c. Faktor-faktor yang menentukan kekuatan budaya organisasi.
Menurut Luthans (1989) 32 mengatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kekuatan budaya organisasi adalah :
1) Kebersamaan.
Kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi (pembinaan kepada anggota organisasi) dan imbalan yang berupa kenaikan gaji, promosi, dan tindakan-tindakan lain.
2) Intensitas.
Adalah komitmen anggota terhadap nilai budaya organisasi.
d. Ciri-ciri budaya organisasi kuat
Deal dan Kennedy, 33 menyatakan ciri-ciri budaya organisasi yang kuat, yaitu :
1) Anggota organisasi loyal kepada organisasi.
2) Pedoman perusahaan digariskan dengan jelas sehinggs penerapannya tepat.
3) Nilai-nilai organisasi dihayati dan dilaksanakan dengan baik.
4) Organisasi memberi tempat khusus kepada anggota yang melaksanakan nilai-nilai organisasi dengan sangat baik dengan memberikan penghargaan.
5) Pemimpin menyempatkan menghadiri acara ritual organisasi sesering mungkin. Acara ritual organisasi misalnya acara makan bersama, jalan-jalan bersama dan lain-lain.

e. Langkah-langkah kegiatan untuk memperkuat budaya organisasi :
Untuk memperkuat budaya organisasi, pemimpin organisasi sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berukut :
1) Memantapkan nilai-nilai budaya organisasi.
2) Melakukan pembinaan terhadap anggota.
3) Memberikan contoh atau teladan.
4) Membuat acara-acara ritual.
5) Memberikan penilaian dan penghargaan.
6) Tanggap terhadap masalah eksternal dan enternal.
7) Koordinasi dan kontrol.

f. Sintesis Budaya Organisasi
Dalam organisasi, setiap anggota mempunyai ciri dan karakteristik budaya masing-masing sehingga diperlukan penyatuan persepsi seluruh anggota atas budaya organisasi. Dengan adanya kesatuan budaya tersebut, maka anggota akan membuat perimbangan antara budaya sendiri yang disesuaikan dengan budaya organisasi yang terbentuk.
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh anggota sebagai penunjuk identitas organisasi. Budaya Organisasi juga menjadi pemersatu anggota, peredam konflik, memotivasi anggota untuk merealisasikan tujuan organisasi dan menciptakan kepuasan kerja. Budaya organisasi yang kuat dapat membuat organisasi menjadi besar.

3. Kompensasi
Kompensasi adalah merupakan balas jasa atau imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada para pegawainya yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Kompensasi adalah masalah yang sangat penting, karena justru adanya kompensasi itulah seseorang mau menjadi pegawai dari sesuatu organisasi/ perusahaan tertentu.
Kompensasi tidak sama dengan gaji/upah meskipun gaji/upah merupakan bagian dari kompensasi. Kompensasi selain terdiri daripada gaji/upah, dapat juga berupa tunjangan kesejahteraan, tunjangan kesehatan, tunjangan duka, fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, dan masih banyak lagi yang dapat dinilai dengan uang serta cenderung diterimakan secara tetap. Dengan demikian bilamana perusahaan tersebut menyelenggarakan darmawisata bersama-sama untuk para pegawai, maka uang untuk biaya darmawisata bukan merupakan kompensasi.
Masalah kompensasi bukan hanya penting karena merupakan dorongan utama seseorang menjadi pegawai, tetapi kompensasi yang diberikan besar pengaruhnya terhadap semangat dan kegairahan kerja para pegawainya. Dengan demikian maka setiap organisasi harus dapat menetapkan kompensasi yang paling tepat, sehingga dapat menopang tercapainya tujuan perusahaan secara lebih efektif dan lebih efisien.
Menurut William B Werther dan Keith Davis (1982) bahwa kompensasi adalah apa yang seseorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik kompensasi per jam ataupun gaji periodik, di desain dan dikelola oleh bagian persoalia/kepegawaian, sedangkan Malayu S.P Hasibuan (1990) menyebutkan kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang, langsung maupun tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Andrew F Sikula (1981) mengartikan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstisikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen. Menurut Edwin B Filippo (1987) kompensasi didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi. 34
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981, kompensasi adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan untuk keluarganya.
Sedangkan kompensasi berdasarkan ILO 95, merupakan imbalan atau penghasilan, bagaimana penyusunan atau perhitungannya, yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang, dan ditetapkan melalui kesepakatan bersama atau oleh peraturan perundang- undangan, yang dibayarkan berdasarkan perjanjian kerja baik tertulis atau lisan oleh pemberi kerja kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan.
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi kerja / imbalan pegawai merupakan salah satu bentuk pemberian imbalan yang bertujuan untuk memberikan dorongan moril ataupun semangat kerja kapada pegawai agar para pegawai bekerja lebih giat dan produktif sehingga mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan. Pemberian imbalan pegawai ini juga dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan penundaan pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai sehingga dapat mengakibatkan turunnya tingkat produktifitas kerja pegawai yang akan berdampak pula pada kegagalan pencapaian target perusahaan. Besarnya kompensasi ditetapkan menurut persetujuan antara pekerja dan pengusaha.

a. Azas Kompensasi
1) Azas adil
Besarnya kompensasi yang dibayarkan kepada pegawai harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan lain-lain. Dengan azas adil akan tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas dan stabilitas pegawai akan lebih baik.
2) Azas layak dan wajar
Kompensasi yang diterima pegawai layak dan wajar sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.

b. Tujuan dan Fungsi Kompensasi
Pemberian kompensasi dalam suatu organisasi jelas mengandung suatu tujuan-tujuan positif, antara lain :
1) Pemenuhan kebutuhan ekonomi Pegawai menerima kompensasi berupa gaji atau bentuk lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari atau dengan kata lain kebutuhan ekonominya. Dengan adanya kepastian menerima kompensasi atau gaji tersebut secara periodik berarti adanya jaminan keamanan ekonomi keluarga yang menjadi tanggungannya.
2) Pengkaitan kompensasi dengan kinerja, dalam pemberian kompensasi yang makin baik akan mendorong pegawai bekerja dengan semakin produktif kinerjanya. Dengan produktifitas kerja yang tinggi, biaya pegawai per unit/produksi yang dihasilkan akan semakin rendah.
3) Pengkaitan kompensasi dengan sukses perusahaan. Makin berani suatu perusahaan/organisasi memberikan kompensasi yang tinggi, makin menunjukkan betapa makin suksesnya suatu perusahaan, sebab pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin terjadi bila pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu semakin besar, berarti untung semakin besar (untuk perusahaan profit oriented)
4) Pengkaitan dengan keadilan pemberian kompensasi. Ini berarti bahwa pemberian kompensasi yang tinggi harus dihubungkan atau diperbandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai yang bersangkutan pada jabatan dan kompensasi yang tinggi tersebut, sehingga ada keseimbangan antara input (syarat-syarat) dan output (tingginya kompensasi yang diberikan).
Tujuan pemberian kompensasi sebaiknya memberikan kepuasan kepada semua pihak sehingga pegawai dapat memenuhi kebutuhannya, perusahaan mendapat laba, peraturan pemerintah dapat ditaati dan konsumen mendapat barang atau jasa yang baik.
Fungsi kompensasi secara umum :
1) Untuk mengalokasikan secara efisien sumber daya manusia
Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik pada pegawai yang berprestasi baik akan mendorong pegawai untuk bekerja dengan lebih baik dan produktif. Dengan kata lain, ada kecenderungan para pegawai dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya rendah ke tempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.
2) Untuk menggunakan sumber daya manusia itu secara efektif dan efisien.
Dengan pemberian kompensasi pada seseorang pegawai mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga pegawai dimaksud dengan seefisien dan seefektif mungkin, sebab dengan cara demikian organisasi bersangkutan akan mendapatkan manfaat atau keuntungan yang semaksimal mungkin, disinilah produktifitas pegawai sangat menentukan.
3) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sebagai akibat penggunaan dan pengalokasian sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan secara efektif dan efisien tersebut, maka dapat diharapkan sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi, dan secara tidak langsung dapat ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara secara keseluruhan 35
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka salah satu tujuan utama seseorang menjadi pegawai adalah karena adanya kompensasi. Dengan kompensasi yang diterimanya ini, pegawai berkeinginan agar dapat memenuhi kebuhan secara minimal. Misalnya kebutuhan akan makan, minum, pakaian dan perumahan. Oleh karena itu setiap perusahaan dalam menetapkan kompensasi kepada para pegawainya, harus diusahakan sedemikian rupa sehingga kompensasi terendah yang diberikan akan dapat memenuhi kebuhan mereka secara minimal.
Untuk dapat lebih memahami variable kompensasi, maka penulis akan menitik beratkan pada indikator yang menjadi pokok permasalahan yaitu gaji dan tunjangan yang diterima pegawai negeri sipil.

c. Gaji
Setiap pegawai berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya setiap pegawai dan keluarganya harus dapat hidup layak dari gaji yang diterima si pekerja sehingga ia dapat memusatkan perhatian dan pekerjaannya untuk secara sadar mau melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Dengan dikeluarkannya PP No.26 tahun 2001 sebagai penyempurnaan PP NO.6 tahun 1997 tampaknya tidak memberikan pengaruh kenaikan riil bagi pemenuhan kebuhan hidup PNS, karena bersamaan dengan pengumuman kenaikan dan perubahan struktur gaji pokok pegawai negeri, maka akan langsung diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang ternyata setelah dilihat secara prosentase kenaikannya melebihi kenaikan gaji pokok pegawai negeri.
Kenaikan gaji relatif rendah atau masih berada di bawah kebutuhan hidup pegawai, kenaikan gaji berkala pun masih sangat rendah sehingga kurang dirasakan manfaatnya oleh pegawai.
Kenaikan gaji pegawai selalu disertai dengan kenaikan harga kebutuhan hidup sehari-hari karena kenaikan gaji pegawai sering digunakan sebagai indicator bagi perusahaan Negara untuk menaikkan gaji pegawainya. Peningkatan gaji pada perusahaan negara yang vital akan mengakibatkan kenaikan produk-produk yang dihasilkan sehingga pedagang pun akan menaikkan harga barang dagangannya.
Selain itu menurut Prof. Buchari Zainun (1989) ada empat manfaat dan pentingnya gaji adalah : 36
1) Gaji memungkinkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik diri serta keluarganya;
2) Gaji itu cukup besarnya sehingga dapat dipakai membeli kebutuhan-kebutuhan yang lain yang bersifat tambahan;
3) Gaji sering pula dipandang symbol kekayaan dan gengsi sosial;
4) Gaji juga menempatkan seseorang pada kedudukan yang tinggi dalam status sosial.
Besar kecilnya gaji seseorang ditentukan oleh kepangkatan, jabatan yang disandang, masa kerja seseorang dalam kepangkatan. Untuk mewujudkan pegawai negeri yang trampil, cakap serta berdedikasi maka faktor gaji dan tunjangan lainnya sesuai dengan hak-hak mereka haruslah diberikan secara adil, dan bila perlu penghargaan kepada mereka yang berprestasi perlulah diberikan. Bentuk penghargaan tersebut diantaranya kenaikan pangkat dan golongan serta pemberian tunjangan lainnya agar mereka dapat semakin termotivasi dan kinerja mereka akan meningkat.
Achmad Ichsan 37 yang membahas mengenai kebijakan personil khususnya hal kebijakan penggajian/pengkompensasian mengemukakan bahwa tujuannya adalah :
1) Adanya suatu � fair wage� yang cukup untuk menjamin hidup berkeluarga dalam keadaan taraf normal;
2) Mengadakan diferensiasi penghargaan penggajian dalam perbedaan skill, tanggung jawab dan kecakapan;
3) Mengadakan suatu pembinaan penggajian/pengkompensasian sesuai dengan peningkatan kerja atau efisiensi kerja yang diberikan mempertinggi daya hidup para pegawai;
4) Mendasarkan skala penggajian/pengkompensasian menurut stabiliteit keuangan usahanya.
Namun seluruh daya upaya untuk memperbaiki standard gaji pegawai negeri masih berada di bawah kelayakan hidup, karena tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi kenaikan harga-harga kebutuhan hidup secara signifikan, sehingga untuk memenuhi kebuhan hidup normal pun mereka sudah terasa sulit sekali. Perimbangan penghargaan berupa diferensiasi dalam penggajian yang didasarkan atas penilaian berupa kemampuan, keahlian, prestasi kerja yang semuanya merupakan bentuk dari kinerja pegawai akan dapat diwujudkan bilamana penganggaran penggajian sudah dilakukan analisis, evaluasi jabatan dan klasifikasi jabatan sebagaimana disebut dalam UU No.8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian yakni :
Pada umunya sistem penggajian dapat digolongkan dalam dua sistem yaitu skala tunggal dan skala ganda. dan skala gabungan antara keduanya. Namun sistem skala ganda dan skala gabungan hanya mungkin dapat dilaksanakan dengan memuaskan apabila sudah ada analisis, klasifikasi dan evaluasi jabatan/pekerjaan yang lengkap. 38

Dengan demikian penggajian atas dasar merit atau prestasi kerja baru dapat dilakukan dengan baik kalau sudah ada keterangan-keterangan yang pasti dan jelas tentang nilai suatu pekerjaan dan nilai kerja pegawai dalam melaksanakan tugas tersebut dinilai secara objektif dan bukan hanya penilaian berdasarkan DP3 yang biasanya sangat tidak subjektif.

d. Tunjangan
Pemberian tunjangan pada pegawai dimaksudkan untuk merangsang atau memotivasi para pegawai agar dapat meningkatkan kinerjanya. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberikan beberapa tunjangan kepada seluruh pegawainya. Hal ini dikarenakan kebutuhan hidup di Jakarta cukup tinggi, sementara gaji yang diterima tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Pemberian tunjangan ini haruslah ada balas jasanya, yaitu para pegawai harus bekerja secara maksimal dan optimal dalam memberikan pelayanan kepada publik. Dalam pembahasan tunjangan penulis akan membahas 3 model tunjangan yang diterima oleh pegawai BPPK Propinsi DKI Jakarta yaitu :

1) Tunjangan Kesra
Sesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 38/2005 tentang Pemberian Tunjangan Kesejahteraan Kepada Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pemberian tunjangan kesejahteraan bersifat rutin diterima tiap bulan oleh seluruh pegawai dengan jumlah Rp. 700.000,- ( pegawai non jabatan ) dan Rp. 600.000,- ( pegawai menduduki jabatan ).
Dalam pemberian tunjangan kesra ada kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pegawai yaitu harus dapat bekerja dengan optimal, apabila tidak masuk kerja tanpa ada alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan maka akan dipotong Rp. 25.000 per hari. Pada keputusan ini juga diatur apabila pegawai yang mendapat tugas belajar lebih dari 6 bulan maka tidak diberikan tunjangan kesejahteraan.

2) Tunjangan Peningkatan Penghasilan
Tunjangan Peningkatan Penghasilan (TPP), dapat diberikan kepada seluruh pegawai Daerah akibat keputusan Pemerintah menaikkan gaji pokok tanpa melihat dari standard kebutuhan hidup. Pemberian tunjangan ini dikaitkan dengan peningkatan kinerja pegawai sesuai dengan Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 2006 tentang Pemberian Tunjangan Peningkatan Penghasilan kepada Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yaitu ada imbal jasa yang harus diberikan oleh pegawai bilamana pegawai tersebut telah memenuhi standard penilaian kinerja yang telah ditentukan atau disepakati bersama antara bawahan dan pimpinan.
Pemberian TPP sebesar Rp. 1.500.000,- / pegawai. Jika seorang pegawai memiliki skor kinerja 76 % s.d 100 % maka kategorinya adalah baik dan dapat diberikan tunjangan peningkatan penghasilan 100 % yaitu sebesar Rp. 1.500.000,-, skor kinerja 51 % s.d 75 % maka kategorinya cukup dan dapat diberikan tunjangan peningkatan penghasilan sebesar 75 % yaitu sebesar Rp. 1.125.000,-, skor kinerja 26 % s.d 50 % maka kategorinya kurang dan dapat diberikan tunjangan peningkatan penghasilan sebesar 50 % sebesar Rp 750.000,-, skor kinerja ≤ 25 % maka kategorinya buruk dan dapat diberikan tunjangan peningkatan penghasilan sebesar 25 % sebesar Rp 375.000,-.

3) Tunjangan Beras.
Tunjangan beras yang diterima pegawai ada dua jenis, yang pertama melekat dengan komponen gaji yang besarnya Rp. 25.000/ jiwa ( sumber dana APBN ) dan yang kedua tunjangan peningkatan mutu beras yang besarnya Rp. 6.000/ jiwa ( sumber dana APBD ). Dalam tunjangan ini jumlah jiwa yang boleh diberikan tunjangan adalah 1 orang istri dan suami dan 2 orang anak.

e. Kompensasi Lain.
Pemberian kompensasi pada Industri Kecil dan Menengah di DKI Jakarta, pada umumnya telah mengacu pada sistem kompensasi minimum yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Gubenur DKI Jakarta. Pemerintah berupaya untuk menjaga kesejahteraan pegawai ( buruh ) dengan jalan menetapkan Upah Minimal Regional atau Upah Minimal Provinsi ( UMR/UMP ). Standard minimal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian kepada para pegawai bahwa upah minimal yang harus mereka diterima. Di DKI Jakarta sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 101 Tahun 2008, saat ini upah minimal provinsi ditetapkan sebesar Rp, 1. 069 865,- per bulan, bagi perusahaan hal ini menjadi suatu standard bahwa kompensasi minimal yang harus diberikan kepada para pegawainya.
Pada kenyataannya UMP yang berlaku saat ini, jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup di Jakarta dirasakan sangat berat. Disisi lain jika pemerintah menentukan UMP terlalu tinggi maka tingkat pertumbuhan ekonomi akan mengalami kendala, dimana banyak perusahaan kecil yang masih pada tahap berkembang belum mampu memberikan kompensasi yang lebih baik lagi.
Dalam memberikan pelayanan kepada publik, BPPK mempunyai kegiatan/ aktivitas yang tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dalam DPA tersebut teralokasi biaya bagi pelaksanaan kegiatan � kegiatan tersebut berupa honorarium dan transport bagi panitia pelaksana kegiatan. Pemberian satuan harga untuk honor dan transport diatur oleh Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2008 tentang �Pembentukan Panitia, Tim atau Kelompok Kerja dan Besarnya Honorarium Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta�. Dalam peraturan tersebut diatur tentang pemberian honor dan transport yang bersifat harian dan bulanan. Untuk honor harian jika pelaksanaan tugas tersebut dapat diselesaikan dengan hitungan hari, sedangkan untuk honor bulanan dapat diberikan jika pelaksanaan tugas tersebut memerlukan waktu lebih dari sebulan. Berikut ini disajikan table tentang besaran penerimaan honor dan transport harian dan bulanan.
Tabel 3
Honorarium dan Transport Harian

Tabel 4
Honorarium dan Transport Bulanan

Sumber : Peraturan Gubernur No. 82 Tahun 2008
Pemberian kompensasi berupa honor dan transport tersebut berdasarkan pada :
1) Waktu pelaksanaan kegiatan
2) Jabatan dalam struktur kepanitiaan
3) Tingkat kesulitan pelaksanaan tugas
4) Tempat pelaksanaan tugas ( diluar kantor )
Tidak semua pegawai dapat menerima kompensasi berupa honor dan transport, tolak ukur pemberian tugas adalah profesionalisme kerja, kemampuan/ skill, loyalitas dan mampu bekerja dalam tim. Penilaian ini sepenuhnya menjadi hak atasan atau pimpinan. Jika seorang pimpinan menganggap pegawai tersebut layak dan cakap, maka banyak tugas yang tambahan yang diterima yang berakibat pada banyaknya pula penerimaan honorarium dan transport.
Pola seperti ini sebetulnya mendorong pegawai untuk dapat bersaing/berkompetisi dalam bidang dan spesialisasinya. Kemampuan dan kompetensi seorang pegawai sangat dituntut dalam menyelesaikan tugas yang diembannya. Jelaslah disini bahwa kompensasi sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau kinerja pegawai.

f. Sintesis Kompensasi
Kompensasi dapat dipandang sebagai imbalan atau balas jasa kepada para pekerja terhadap output produksi yang telah dihasilkan. Kompensasi adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pegawai untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar persetujuan atau perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan pegawai termasuk tunjangan baik untuk pegawai itu sendiri maupun untuk keluarganya.

B. Kerangka Berpikir

1. Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja pegawai
Budaya organisasi sebaiknya dimiliki oleh perusahaan termasuk instansi pemerintah agar pegawai memiliki nilai-nilai, norma, acuan, pedoman yang harus dilaksanakan. Budaya organisasi juga sebagai pemersatu pegawai, peredam konflik dan motivator pegawai untuk melaksanakan tugas dengan baik, sehingga berpengaruh positif terhadap perilaku dan kinerja pegawai.
Budaya organisasi yang kuat terlihat dengan pegawainya yang loyal, pegawai tahu tujuan organisasi, mengerti perilaku yang baik dan tidak baik dan pegawai melaksanakan tugas berdasarkan nilai yang dianut secara konsisten serta banyak ritual yang dilaksanakan bersama-sama. Akibat budaya organisasi yang kuat, pegawai menunjukkan kepuasan bekerja sehingga produktifitas kinerjanya tinggi.
Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja pegawai dapat dipandang sebagai usaha positip dalam menggerakkan dan mengarahkan kinerja agar secara produktif berhasil mewujudkan apa yang telah ditentukan. Kinerja seseorang dalam suatu organisasi dapat ditentukan oleh budaya organisasi nya yang dilaksanakan dengan konsisten oleh seluruh pegawainya. Terciptanya produktivitas kinerja tinggi tidak terlepas dari pengoptimalan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
Dengan demikian diduga terdapat hubungan positip antara budaya organisasi dengan kinerja pegawai.

2. Hubungan antara Kompensasi dengan Kinerja Pegawai
Setiap individu bertindak karena adanya sejumlah kekuatan yang menggerakkan dalam dirinya yang dinamakan kompensasi. Kompensasi ini timbul karena adanya keinginan-keinginan (wants), kebutuhan-kebutuhan (needs) dan perasaan takut (fears). Begitu juga dengan pegawai mempunyai keinginan untuk berprestasi seoptimal mungkin dalam menjalankan tugasnya.
Kompensasi dapat terjadi karena adanya dorongan yang berasal dari dalam dirinya maupun pengaruh dari luar. Kompensasi pada hakikatnya adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku seseorang untuk melakukan kegiatan guna mencapai pemenuhan kebutuhannya. Usaha untuk mencapai kebutuhan tersebut sangat tergantung kepada seberapa besar kompensasi yang ada di dalam diri seseorang.
Kompensasi pada hakikatnya adalah Imbalan pada diri seseorang pegawai. Kompensasi kinerja dapat dipandang sebagai faktor yang sangat membantu dalam pencapaian prestasi kerja pegawai. Pegawai yang ingin memiliki kompensasi tinggi akan selalu berupaya bekerja dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan guna mencapai hasil yang optimal.
Hubungan antara kompensasi dengan kerja dapat dipandang sebagai usaha positif dalam menggerakkan dan mengarahkan potensi kerja agar secara produktif berhasil mewujudkan apa yang telah ditentukan. Kinerja seseorang dalam suatu organisasi dapat ditentukan oleh kompensasi yang diterima orang tersebut untuk menghasilkan sesuatu. Seseorang akan melakukan pekerjaan dengan gigih bila ia mempunyai kompensasi yang kuat. Sebaliknya seseorang akan meninggalkan atau kurang bergairah melakukan pekerjaan jika tidak mempunyai kompensasi yang kuat untuk melakukannya.
Dari penjelasan di atas diduga kompensasi kerja pegawai memiliki hubungan positip dengan kinerja pegawai.

3. Hubungan antara budaya organisasi dan kompensasi secara bersama-sama dengan kinerja pegawai

Keberhasilan suatu organisasi bergantung pada manusianya. Manusia merupakan obyek sentral pengawasan. Begitu pula di kantor, budaya organisasi ditentukan oleh faktor kebersamaan seluruh anggota, dari pimpinan sampai pegawai rendah dan komitmen seluruh pegawai terhadap nilai-nilai budaya organisasi. Sedangkan faktor kebersamaan dipengaruhi oleh pembinaan dari pegawai senior kepada pegawai yunior terhadap nilai-nilai budaya organisasi serta imbalan yang diperoleh pegawai. Keinginan pegawai untuk melaksanaka nilai-nilai budaya semakin meningkat apabila mereka diberi imbalan sehingga struktur imbalan yang jelas dapat memberikan kepuasan bekerja.

Sedangkan hubungannya dengan kompensasi kerja pegawai, maka bila mampu menerapkan fungsi manajemennya dengan baik maka akan berpengaruh kepada pegawai-pegawai untuk bekerja lebih bersemangat dan penuh dedikasi. Keadaan ini akan bermanfaat bagi pegawai untuk meningkatkan kerjanya sehingga tujuan yang diharapkan akan dapat dicapai. Dengan demikian diduga terdapat hubungan positip antara budaya organisasi dan kompensasi secara bersama-sama dengan kerja pegawai.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 20, 2010 inci Materi Kuliah S2 MPEP

 

Tag:

Gaya Belajar, Prinsif pembelajaran Fisika (Oleh : Arief)


1.1. Belajar
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan yang menjelaskan tentang pengertian belajar.
Mursell sebagaimana dikutip Aminudin Rasyad menyatakan “Learning is experience, exploration and discovery” ini dapat difahami bahwa belajar meliputi proses mengalami, menjelajahi, dan menemukan. Dengan demikian belajar adalah proses aktif (mengalami, menjelajahi dan menemukan) yang dilakukan oleh seorang manusia dalam rangka memahami apa yang dipelajari.
Wittig dalam Nashar mengatakan bahwa belajar adalah “…any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience”. Artinya, belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Chaplin masih dalam Nashar ia membatasi belajar dengan dua rumusan. Pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Kedua, belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
Dari dua pendapat di atas yaitu dari Wittig dan Chaplin, dapat diartikan bahwa belajar dapat diperoleh melalui pengalaman individu yang menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap melalui latihan.
Definisi belajar diungkapkan lebih lengkap oleh Good dan Brophy menurut mereka dalam Ngalim , belajar adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses untuk melakukan perubahan melalui pengalaman. Proses perubahan tersebut secara relatif untuk memperoleh perubahan permanen dalam pemahaman, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan, dan keterampilan melalui pengalaman.
Sejalan dengan pendapat Good dan Brophy menunjukkan bahwa belajar adalah suatu proses yang aktif yang harus dialami sendiri oleh yang mempelajari sesuatu hal untuk mendapatkan perubahan yang permanen dalam perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui pengalaman.
Margaret dalam Nashar berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks dan banyak segi-seginya yang dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni (1) belajar merupakan mekanisme yang menjadikan anggota masyarakat cakap/ pandai. Pentingnya belajar disini adalah menentukan semua keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperoleh seseorang, sehingga belajar disini adalah menghasilkan berbagai tingkah laku, (2) Kapabilitas yang diperoleh seseorang dari stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh yang belajar. Jadi secara formal, Belajar ialah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahapan pengolahan informasi yang diperlukan untuk kapabilitas yang baru.
Lain halnya dengan Winkel yang berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.
Gagne dalam Winkel , mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam disposisi melalui usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan dalam waktu tertentu dan bukan karena proses pertumbuhan. Demikian juga dikemukakan oleh Greadler “belajar adalah proses yang dilakukan orang untuk memperoleh berbagai kemampuan, keterampilan dan sikap.” Hergenhahn dan Olson mengemukakan ada lima yang perlu diperhatikan dalam belajar, yaitu : (1) belajar menunjuk kepada suatu perubahan tingkah laku, (2) perubahan tingkah laku tersebut relatif permanen, (3) perubahan tingkah laku tidak terjadi dengan segera setelah mengikuti pengalaman belajar, (4) tingkah laku merupakan hasil dari pengalaman dan latihan (5) pengalaman dan latihan harus diberi penguatan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar yang dikemukakan diatas, dapat dirangkum pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan manusia untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang menetap yang meliputi aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan pada dirinya. Perubahan ini terjadi melalui latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laku karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik psikis maupun pisik seperti perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

1.2. Fisika
Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Secara kualitatif maupun kuantitatif dengan meminjam metode matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri.
Fisika sebagai ilmu dasar dimanfaatkan untuk memahami ilmu lain seperti ilmu arsitektur atau kedokteran dan sebagai ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan teknologi. Sebagai komponen dalam kurikulum untuk mendidik siswa dalam mencapai kualitas tertentu, Muslim berpendapat bahwa :
“Pelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) bermakna dalam membina segi intelektual, sikap, minat, keterampilan, dan kreativitas bagi siswa. Untuk membina segi intelektual, melalui observasi dan berfikir fisika yang taat asas dapat melatih siswa untuk berfikir kritis. Dengan pemahaman alam sekitar, menganalisis dan memecahkan persoalan terkait, serta memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, merupakan bekal untuk bekerja dan melanjutkan studi”.

Fisika oleh Piaget dalam Suparno dikelompokkan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis terjadi karena abstraksi terhadap alam dunia ini. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek.
Sumardi berpendapat bahwa fisika adalah ilmu pengetahuan yang meliputi berbagai kejadian alam atau peristiwa-peristiwa yang menyebabkan sifat benda berubah sementara. Sehingga fisika juga dapat dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang menjelaskan dan menguraikan kejadian alam yang dapat di ibaratkan sebagai hubungan antara gambar dengan bendanya. Agar dapat menggambarkan alam secara tepat diperlukan pengamatan, pengukuran, atau percobaan yang sangat menentukan dan sering dijadikan kriteria untuk menentukan kebenaran suatu konsep.
Dalam belajar fisika banyak hal yang harus diperhatikan, karena fisika memiliki sifat yang khas yaitu kuantitatif, dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka, selain itu fisika sendiri juga terdiri dari : hukum-hukum, rumus-rumus, konsep-konsep dan penyataan yang telah diuji kebenarannya oleh para ahli. Sehingga untuk dapat belajar fisika dengan benar dan tidak terjadi miskonsepsi diperlukan suatu kemahiran intelektual dalam merangkaikan rumus-rumus, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan pernyataan yang telah di uji kebenarannya menjadi suatu bentuk hasil belajar fisika yang baik dan benar.
Belajar fisika memerlukan kemahiran intelektual untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Dalam belajar fisika, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah konsep, prinsip, dan hukum.
Konsep adalah dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi. Menurut Winkel dalam Sumardi , konsep dibedakan atas konsep konkrit dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkrit adalah pengertian menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas lingkungan fisik, karena realitas itu tidak berbadan.
Dari pemikiran diatas bahwa, konsep fisika dapat dibedakan menjadi konsep konkrit dan konsep yang dapat didefinisikan, sehingga konsep yang di maksud adalah suatu abstraksi yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama pada berbagai kejadian atau peristiwa-peristiwa alam yang diperoleh dari penyelidikan yang dilakukan secara ilmiah dimana terdiri dari hal yang konkrit dan hal yang dapat didefinisikan. Contoh : konsep gerak lurus beraturan.
Menurut Winkel, prinsip terjadi dari kombinasi beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks. Gagne dalam Winkel mengungkapkan bahwa prinsip merupakan kaidah bertaraf tinggi yang menggunakan istilah higher order rule. Prinsip dalam fisika tidak jauh berbeda dengan prinsip dalam sains secara umum, yaitu fisika dibangun dari konsep-konsep yang ada. Prinsip-prinsip dalam fisika di dasari oleh konsep-konsep fisika.
Sutarto mengemukakan, hukum dalam fisika dapat di golongkan menjadi tiga, yaitu :
(1) Hukum Fundamental, bersifat umum terdiri atas prinsip dan relasi-relasi yang tidak bergantung pada benda atau hal-hal yang khusus mempunyai sifat seperti : tidak ditentukan dari hukum lain karena sebagai titik awal hukum dari berbagai bidang fisika. Contoh : Hukum Gravitasi Newton, hukum tentang gerak, hukum aksi-reaksi dan lain-lain.
(2) Hukum terbatas, merupakan aturan yang ditentukan pada suatu eksperimen pada suatu eksperimen terbatas. Hukum-hukum semacam ini terbatas untuk rentang variabel tertentu. Contoh : hukum II Newton.
(3) Hukum turunan, merupakan relasi yang secara matematis diturunkan dari hukum-hukum fundamental maupun hukum-hukum terbatas. Sehingga hukum turunan dapat juga disebut rumus dalam konsep fisika.
Contoh : hukum percepatan gravitasi :

Yang diturunkan dari hukum II Newton, F = m a
dan hukum grafitasi Newton,

Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa ilmu fisika adalah merupakan ilmu pengetahuan yang mencakup pada perangkat keilmuan, telaah keilmuan, perangkat pengamatan, dan perangkat analisis. Keempat perangkat tersebut bersinergi satu sama lain dalam membangun konsep, prinsip, teori, dan hukum fisika.
Mata pelajaran fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan fisika yang ditujukan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berfikir taat asas. Hal ini didasari oleh tujuan fisika, yakni mengamati, memahami, dan memanfaatkan gejala-gejala alam yang melibatkan zat (materi) dan energi. Kemampuan observasi dan eksperimentasi ini lebih ditekankan pada melatih kemampuan berfikir eksperimental yang mencakup tatalaksana percobaan dengan mengenal peralatan yang digunakan dalam pengukuran baik di dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan siswa.

1.3. Hasil Belajar Fisika
Pendidikan di Indonesia sekarang ini dilaksanakan dengan basis kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan, dan kewarganegaraaan.
Menurut Wilson dalam kurikulum 2004, paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi, dan penilaian yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau metode mengajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar yang dicapai peserta didik, yang mencakup ujian, tugas-tugas, dan pengamatan.
Bloom S Benjamin dalam Nashar , mendefinisikan bahwa hasil belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi 3 ranah, yaitu :
(1) Ranah Kognitif.
Ranah kognitif meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analisys), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Untuk tiga kemampuan pertama yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi dapat digolongkan sebagai kognitif rendah, sedangkan tiga kemampuan lain yakni kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi dapat digolongkan sebagai kemampuan kognitif tinggi.
(2) Ranah Afektif
Ranah afektif meliputi penerimaan (acceptance), perhatian (attention), penanggapan (conception), penyesuaian (adaption), penghargaan (appreciation), dan penyatuan (unification).
(3) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik meliputi peniruan (imitation), penggunaan (employing), ketelitian (carefulness), koordinasi (coordination), dan naturalisasi (naturalization).

Menurut Crow, bahwa belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar seperti ini disebut role learning. Dan bila yang telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut oral learning. Keberhasilan belajar seseorang akan tampak dalam perkembangan kecerdasan dasar, kompetensi sosial, dan penguasaan ide-ide abstrak. Bila sesorang dalam belajarnya menampakkan kecakapannya dan kemampuan keterampilan atau skill subjects-nya, maka orang tersebut dinamakan mechanical minded (jiwa mekanis, jiwa keterampilan). Bila mampu mengembangkan kemampuan pergaulan dengan orang lain dan berkomunikasi, maka disebut social minded atau mempunyai jiwa kemasyarakatan. Dan bila mempunyai kemampuan dengan mudah mengerjakan pekerjaan yang berkenaan dengan abstrak dan keterampilan berfikir, maka ia disebut memiliki abstract minded.
Pendapat lain tentang hasil belajar ini dikemukakan Howard Kingsley sebagaimana dikutip Nana Sudjana yang membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (1) Keterampilan dan Kebiasaan, (2) Pengetahuan dan Pengertian, (3) Sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.
Gagne, seperti yang dikutib oleh Trianto , bahwa hasil belajar yang dicapai meliputi lima kemampuan, yaitu:
(1) Kemampuan intelektual, kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukan, misalnya kemampuan mendiskriminasi, konsep kongkrit, dan konsep terdefinisi.
(2) Informasi ferbal (pengetahuan deklaratif), pengetahuan yang disajikan dalam bentuk gagasan dan bersifat statis, misalnya: fakta, kejadian pribadi, generalisasi.
(3) Sikap, merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainnya.
(4) Keterampilan motorik, Kemampuan yang meliputi kegiatan fisik, penggabungan motorik dengan keterampilan intelektual, misalnya menggunakan mikroskop.
(5) Strategi kognitif, merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.

Untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam menyerap pelajaran yang disajikan oleh guru, maka harus dilakukan pengukuran, dan alat ukur yang digunakan adalah instrumen tes atau tes hasil belajar. Dalam hal ini Amatembun, menyatakan bahwa:
Dengan mengetahui hasil belajar siswa seorang guru dapat mengetahui apakah pelajaran yang disampaikannya dapat diterima dengan baik oleh siswa atau sebaliknya. Dan merupakan suatu evaluasi bagi metode pengajaran yang dia terapkan. Hasil belajar dapat juga berupa nilai akhir dari seseorang yang diukur melalui teknik-teknik evaluasi dan dapat digunakan sebagai petunjuk seberapa jauh materi pelajaran telah dikuasai siswa.

Adapun penilaian hasil belajar memiliki karakteristik sebagai berikut :
(1). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
(2). Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.
(3). Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
(4). Berkesinambungan
(5). Terintergrasi, dan
(6). Dapat digunakan sebagai feed back

Hasil belajar sangat berguna baik bagi siswa maupun bagi guru pengelola pendidikan. Hasil belajar dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan cara : 1) Menjelaskan hasil belajar yang dimaksud ; 2) Melengkapi tujuan pendek untuk waktu yang akan datang ; 3) Memberikan umpan balik terhadap kemajuan belajar ; 4) Memberikan informasi tentang kesulitan belajar, sehingga dapat dipergunakan untuk memilih pengalaman belajar yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku dan daya serap siswa pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik setelah mendapatkan perlakuan dalam pembelajaran oleh guru melalui pemberian tugas dan pengamatan.
Dalam penelitian ini, yang di maksud dengan hasil belajar fisika adalah skor yang diperoleh siswa Aliyah setelah mengikuti tes untuk satu pembahasan kompetensi dasar mengenai Mekanika Fluida.
Untuk pengukuran hasil belajar fisika peneliti membatasi pada daya serap siswa akan ranah kognitif yang mencakup pemahaman siswa terhadap suatu konsep, analisis dan hukum-hukum fisika.

2. Metode Pembelajaran
2.1. Metode inkuiri
Salah satu metode mengajar yang sangat konstruktivistik adalah metode inkuiri (penyelidikan). Dalam metode ini siswa dilibatkan untuk aktif berfikir dan menemukan pengertian yang ingin diketahuinya. Dalam metode pembelajaran ini siswa dilibatkan dalam proses penemuan melalui pengumpulan data dan tes hipotesis.
Menurut Trowbridge dan Bybee dalam Paul Suparno , secara umum inkuiri adalah proses di mana para saintis mempertanyaan alam dunia ini dan bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabannya. Welch masih dalam paul S, mendefinisikan inkuiri sebagai proses di mana manusia mencari informasi atau pengertian, maka sering disebut a way of thought.
Kindsvatter, Wilen, & Ishler dalam Paul menjelaskan inkuiri sebagai model pengajaran di mana guru melibatkan kemampuan berfikir kritis siswa untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Yang utama dari metode inkuiri adalah pengguna pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan kelibatan keaktifan siswa. Jadi pembelajaran berpusat pada siswa, bukan pada guru.
Indrawati menyatakan, bahwa suatu pembelajaran Inkuiri pada umumnya akan lebih efektif bila di selenggarakan melalui model-model pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemerosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berfikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengelolah informasi.
Gulo dalam Paul menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, lolgis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional. Keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dengan perumusan masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, analisis data dan pembuatan kesimpulan.
Dari beberapa pendapat yang menjelaskan tentang inkuri, maka dapat diartikan bahwa metode inquiri merupakan satu metode pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa dan menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang di pertanyakan.
2.1.1. Konsep Dasar Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah melatih siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.
Ciri utama dalam pembelajaran inkuiri adalah :
(1) Menekankan aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan sebagai penemu sendiri inti dari materi pembelajaran itu sendiri.
(2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
(3). Bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berfikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
2.1.2. Prinsip-prinsip Penggunaan Inkuiri.
Metode pembelajaran inkuiri menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu kematangan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman sosial (sicial experience), dan penyeimbangan (equilibration).
Kematangan (maturation) adalah keadaan fisiologis dan anatomis siswa yang meliputi pertumbuhan otak, dan pertumbuhan sistem saraf. Pertumbuhan otak merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan berfikir (intelektual) anak. Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan.
Pengalaman fisik (Physical Eexperience) adalah pengalaman individu anak dalam melakukan tindakan-tindakan fisik terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan individu ini memungkinkannya dapat mengembangkan aktivitas/ daya pikir. Gerakan-gerakan fisik yang dilakukan pada akhirnya akan bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau ide-ide. Oleh karena itu, proses belajar yang murni tak akan terjadi tanpa adanya pengalaman-pengalaman fisik.
Pengalaman sosial (social experience) adalah aktivitas individu anak dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial, anak bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan, mendengarkan dan menyadari pandangan diri sendiri, tetapi juga aturan pandangan orang lain. Ada dua aspek pengalaman sosial yang dapat membantu perkembangan intelektual. Pertama, pengalaman sosial akan dapat mengembangkan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa ini diperoleh memlalui percakapan, diskusi, dan argumentasi dengan orang lain. Aktivitas-aktivitas semacam itu paada gilirannya dapat memunculkan pengalaman-pengalaman mental yang memungkinkan atau memaksa otak individu untuk bekerja. Kedua, melalui pengalaman sosial anak akan mengurangi egocentric-nya. Sedikit demi sedikit akan muncul kesadaran bahwa ada orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya. Pengalaman semacam itu sangat bermanfaat untuk mengembangkan konsep mental seperti misalnya kerendahan hati, toleransi, kejujuran etika, moral, dan lain sebaginya.
Pengembangan (equilibration) adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Adakalanya anak dituntut untuk memperbaharui pengetahuan yang sudah terbentuk setelah ia menemukan informasi baru yang tidak sesuai.

Atas dasar penjelasan di atas, maka dalam penggunaan metode pembelajaran inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru.
(1). Prinsip berorientasi pada Pengembangan Inteketual.
Tujuan utama dari metode inkuiri adalah pengembangan kemampuan berfikir. Dengan demikian ,strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri tidak hanya ditentukan oleh seberapa jauh siswa menguasai materi pelajaran, akan tetapi juga seberapa intensif siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus ditemukan oleh siswa melalui proses berfikir adalah sesuatu yang dapat ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti. Oleh sebab itu setiap gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.
(2). Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan dan pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memamg bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri. Misalnya, interaksi hanya berlangsung antar siswa yang mempunyai kemampuan berbicara saja namun pemahaman tentang substansi permasalahan yang dibicarakan sangat kurang. Guru bahkan secara tidak sadar menanggalkan perannya sebagai pengatur interaksi itu sendiri.
(3). Prinsip Bertanya.
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berfikir. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji.
(4). Prinsip Belajar Untuk Berfikir.
Belajar bukan hanya menghafal dan mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berfikir, yakni proses mengaktifkan potensi, seluruh komponen otak, otak kiri maupun, otak kanan; otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berfikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berfikir logis dan rasional, akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berfikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan.
(5). Prinsip Keterbukaan.
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebabitu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan hipotesis dan membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya. Siswa harus terbuka untuk menemui kenyataan yang berbeda dan yang dihipotesiskan.
2.1.3. Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri.
Secara umum proses pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
(1). Orientasi
Yaitu langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran dengan merangsang dan mengajak siswa untuk berfikir dalam memecahkan masalah.
(2). Merumuskan Masalah.
Yaitu langkah dalam membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang yang menantang siswa untuk berfikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Teka teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan
(3). Mengajukan Hipotesis.
Hipotesis adalah jawaban teoritis dan sementara atas suatu permasalahan yang akan dipecahkan. Hipotesis perlu diuji kebenarannya secara empiris. Kemampuan atau potensi individu untuk berfikir dan berhipotesis ini pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir.
Potensi berfikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) jawaban suatu masalah. Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berfikir lebih lanjut. Oleh sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
(4). Mengumpulkan Data.
Yaitu aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Tugas guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan–pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berfikir mencari informasi yang dibutuhkan
(5). Menguji Hipotesis.
Langkah ini merupaka proses menguji apakah tebakan (hipotesis) diterima atau tidak sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh. Dalam menguji hipotesis siswa harus sampai pada tingkat keyakinan atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berfikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.

(6). Merumuskan Kesimpulan.
Yaitu langkah dalam mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan akhir dalam proses pembelajaran. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
2.1.4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Inkuiri.
Keunggulan menggunakan metode inkuiri adalah :
(1). Inkuiri merupakan metode pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini lebih bermakna.
(2). Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
(3). Inkuiri merupakan metode yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
(4). Inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Kelemahan menggunakan metode inkuiri
(1). Metode ini guru menemukan kesulitan dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
(2). Dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang lama. Sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

2.2. Konsep Pembelajaran Ekspositori
Metode pembelajaran ekspositori adalah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan metode espositori ini dengan istilah metode pembelajaran langsung. Karena dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan konsep materi itu.
Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori. Pertama, metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan metode ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, dan konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir, siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar. Indikator bahwa siswa telah faham, mereka dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diajarkan.
Metode pembelajaran ekspositori merupakan salah satu bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru. Dikatakan demikian, karena dalam metode ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama metode ini adalah kemampuan akademik siswa.
2.2.1. Prinsip Pembelajaran Ekspositori
Dalam penggunaan metode pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru, yaitu :
(1). Berorientasi pada Tujuan.
Dalam metode ini sebelum pembelajaran dilaksanakan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada kompetisi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektifitas penggunaan metode pembelajaran.
(2). Prinsip Komunikasi.
Dalam proses komunikasi, selalu terjadi urutan pemindahan pesan dari sumber pesan kepenerima pesan. Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh; dan sebaliknya, sistem komunikasi dikatan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan yang dapat menghambat kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang disampaikan. Sebagai suatu metode pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip komunikasi sebagaimana dipaparkan diatas perlu diperhatikan guru. Ia harus dapat menghilangkan setiap gangguan yang bisa mengganggu proses penyampaian dan penerimaan berupa konsep-konsep materi tertentu.
(3). Prinsip Kesiapan.
Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Yang dapat di tarik dari hukum belajar ini adalah, siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang di berikan, terlebih dahulu harus memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara pisik maupu psikis untuk menerima pelajaran.
(4). Prinsip Berkelanjutan.
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya.
2.2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Ekspositori.
Ada beberapa langkah dalam penerapan pembelajaran ekspositori, yaitu :
(1). Persiapan (preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam metode Ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan mengguna kan metode Ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah :
1. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
2. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
3. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
4. Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka
(2). Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini adalah :
1. Penggunaan bahasa.
2. Intonasi suara.
3. Menjaga kontak mata dengan siswa.
(3). Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkiinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berfikir dan kemampuan motorik siswa.
(4). Menyimpulkan (generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam metode Ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Dengan demikian, siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru.
(5). Mengaplikasikan (aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran Ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan diantararanya, pertama, dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan. Kedua, dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

2.2.3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran ekspositori merupakan metode pembelajaran yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan metode ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
(1). Guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
(2). Metode ini dianggap efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
(3). Metode ini dapat digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

Disamping memiliki keunggulan, pembelajaran ekspositori juga memiliki kelemahan, diantaranya :
(1). Pembelajaran ini hanya dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
(2). Metode ini tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan kemampuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
(3). Karena metode ini lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
(4). Keberhasilan metode ini pembelajaran ini sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengelola kelas.
(5). Karena gaya komunikasi metode pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

3. Gaya Belajar
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan gaya belajar (Learning Style), terlebih dahulu akan di kemukakan beberapa pengertian gaya belajar.
Klausmeir menyatakan bahwa, “gaya belajar” atau kebiasaan belajar merupakan ciri atau style yang di miliki seseorang ketika perbuatan belajar berlangsung. Gaya belajar berhubungan dengan cara dan kondisi belajar yang diinginkan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi”.
Nasution menyatakan bahwa “gaya belajar” adalah cara yang konsisten yang dilakukan seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi yang diterimanya, dalam mengingat, dalam berfikir, dan dalam memecahkan soal pada proses pembelajaran. Gaya belajar merupakan kunci dalam kinerja seseorang pada pekerjaannya, di sekolah, ditempat situasi-situasi antar pribadi, karena dengan gaya belajar dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gayanya masing-masing.
Zaini menyatakan bahwa “gaya belajar” merupakan karakteristik dan preferensi atau pilihan individu sebagai cara dalam mengumpulkan informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon dan memikirkan informasi yang diperoleh. Ada sebagian siswa yang senang belajar sendiri, sebagian yang lain belajar kelompok. Ada sebagian belajar dengan membaca, sebagian yang lain senang belajar dengan melakukan atau mengalami. Gaya belajar tidak ada yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya, masalahnya satu gaya belajar, mungkin cocok untuk suatu situasi atau materi tertentu, tetapi tidak cocok untuk situasi atau materi yang lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Nicholl dalam Depporter, bahwa belajar dengan cara yang berbeda-beda, dan semua cara sama baiknya. Setiap cara mempunyai kekuatan sendiri-sendiri, siswa dapat memiliki ketiga gaya belajar visual, audiotorial dan kinestetik, namun hanya satu gaya saja yang mendominasi dari gaya lainnya.
Smith dalam Bobbi mendefinisikan gaya belajar, sebagai cara khas seseorang memproses informasi, perasaan dan sikap dalam situasi belajar.
Menurut Nasution, gaya belajar dapat dibedakan kedalam tiga macam tipe, yaitu :
1. Impulsive – Reflective.
Ciri orang yang mempunyai gaya belajar impulsive adalah cepat mengambil keputusan tanpa berfikir secara mendalam, sedangkan gaya belajar reflektif dalam mengambil keputusan lebih lama karena mempertimbangkan beberapa alternatif.
2. Reseptif – Sistematis/ Intuitif.
Gaya belajar sistematis dalam memecahkan suatu persoalan dilakukan secara bertahap dan sistematis. Mula-mula ia melihat struktur pengalaman, kemudian mengumpulkan data dan informasi yang menunjang, baru kemudian memecahkan masalah. Sedangkan gaya belajar Resetif dalam memecahkan permasalahan langsung kepada masalah yang bersangkutan, ia lebih mengandalkan intuisinya.
3. Field Independence – Field Dependence.
Istilah gaya belajar mandiri dan gaya belajar bergantung pertama kali dikemukakan oleh Witkins dalam Patricia didasarkan pada cara pandang seseorang terhadap sesuatu secara gelobal atau secara analitis. Witkins menemukan informasi menarik tentang pengaruh lingkungan sekitarnya terhadap gaya belajar seseorang. Berdasarkan temuan tersebut ia berkesimpulan, bahwa gaya belajar bergantung sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya belajar mandiri tidak terpengaruh oleh lingkungan.
Seseorang mempunyai gaya belajar mandiri atau bergantung dapat dilihat dari indikator-indikator tertentu. Garger dan Guild merinci perbedaan karakteristik antara gaya belajar mandiri dan gaya belajar bergantung seperti yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri gaya belajar mandiri dan gaya belajar bergantung.
No Gaya Belajar Mandiri Gaya Belajar Bergantung
( Field Independence ) ( Field Dependence )
1 Berpikir analitis Berfikir global
2 Membuat perbedaan konsep – Membuat perbedaan konsep-
konsep secara khusus konsep secara umum
3 Berorientasi impersonal Berorientasi sosial
4 Mempelajari materi sosial Baik dalam mempelajari materi
hanya sebagai tugas yang di yang mengandung unsur- unsur
sengaja sosial
5 Dapat menentukan sendiri Memerlukan definisi dan
dalam mencapai tujuannya penguatan eksternal dalam
mencapai tujuannya
6 Dapat menyusun situasinya Memerlukan wadah organisasi
sendiri
7 Tidak di pengaruhi oleh kritik Lebih dipengaruhi oleh kritik
8 Menggunakan tes hipotesis Menggunakan pendekatan
dalam mencapai konsep pengamatan dalam mencapai
konsep secara umum
9 Termotivasi dengan baik lewat Termotivasi dengan baik lewat
kompetisi, pemilihan aktifitas pujian, membantu guru,
dan melihat kegunaan tugas penghargaan eksternal, dan
secara pribadi melihat tugas yang di peroleh
orang lain

Indikator yang menjadi ciri siswa yang memiliki gaya belajar bergantung, yaitu memerlukan penguatan eksternal dan memerlukan wadah organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, ia banyak di bantu di arahkan. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan langsung dari guru, orang tua atau semangat dari teman-temannya dalam bentuk kerja kelompok. Cara belajar seperti ini sesuai dengan pendapat Mann, bahwa siswa dengan sifat bergantung (tak mandiri) selalu bergantung kepada orang lain dan memerlukan bantuan dalam pelajaran. Siswa yang memiliki gaya belajar bergantung senang berinteraksi dengan masyarakat. Mereka lebih menyukai ilmu-ilmu sosial yang langsung berhubungan dengan kehidupan lingkungan. Pengamatan dan pengalaman langsung yang diperolehnya dalam masyarakat dianggapnya sebagai pendorong semangat. Hal ini didukung oleh pendapat Riechman yang menyatakan bahwa siswa yang mempunyai gaya belajar bergantung suka belajar bersama dalam kelompok.
Siswa yang memiliki gaya belajar mandiri dapat menyusun dan menentukan tujuan yang akan dicapainya. Dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, mereka tidak banyak memerlukan dorongan dari pihak eksternal. Mereka lebih banyak menyusun kegiatan dan mengatur waktu tanpa banyak di pengaruhi oleh guru, orang tua, maupun teman-temannya. Mereka terjemahkan aturan yang telah ditentukan dan menindaklanjuti dalam bahasa dan caranya sendiri. Menurut Man siswa yang demikian dapat berdiri sendiri, memiliki sifat percaya diri, dan dapat berfikir sendiri.
Meskipun mereka yang memiliki gaya belajar mandiri tidak dibantu orang lain, namun mereka dapat mengurus masalahnya sendiri, seperti yang dikatakan oleh Riechman bahwa siswa yang mempunyai gaya belajar mandiri dapat berfikir dan bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.
Untuk mencapai tujuannya, siswa yang mempunyai gaya belajar mandiri di dorong oleh faktor-faktor yang bersifat kompetitif, pemilihan aktifitas atas kemauannya sendiri dan melihat kegunaan tugas sebagai bagian yang harus dilakukan karena kebutuhan. Siswa yang memiliki gaya belajar mandiri menerapkan metode yang bersifat indifidual lebih baik dari pada penerapan metode yang bersifat kelompok.
Menurut Arends dalam Trianto pembelajaran mandiri adalah pembelajaran yang dapat melakukan hal penting dan memiliki karakteristik, antara lain :
1. Mendiagnosis secara tepat suatu situasi pembelajaran tertentu.
2. Memiliki pengetahuan strategi-strategi belajar efektis, bagaimana serta kapan menggunakannya.
3. Dapat memotivasi diri sendiri tidak hanya karena nilai atau motivator eksternal.
4. Mampu tetap tekun dalam tugas sehingga tugas itu terselesaikan.
5. Belajar secara efektif dan memiliki motivasi abadi untuk belajar.

Prinsip terjadinya gaya belajar seorang siswa dikemukakan oleh Nasution sebagai berikut :
1. Individu (siswa) mereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial, dan lainnya.
2. Gaya belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Seorang belajar jika ia dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan apa yang dipelajarinya.
3. Individu (siswa) berkembang sebagai keseluruhan dari bayi dalam kandungan sampai dewasa. Dalam tiap fase perkembangannya senantiasa manusia lengkap yang berkembang dalam segala aspek-aspeknya.
4. Cara belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas. Learning is a maiter of seeing the first and the parts after. Belajar adalah melihat dulu keseluruhaqnnya dan kemudian bagian-bagiannya.
5. Cara belajar hanya berhasil bila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Belajar tak mungkin tanpa kemampuan untuk belajar. Motivasi memberi dorongan yang menggerakkan seluruh organisme.
7. Belajar berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu. Tanpa tujuan tak ada dorongan, tanpa dorongan tak ada kegiatan, tanpa kegiatan tak ada belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat dapat diartikan bahwa, gaya belajar merupakan cara atau kebiasaan seseorang siswa/ individu dalam menangkap stimulus, merasakan, mengingat, berfikir, mengolah informasi, dan memecahkan persoalan.

B. Kerangka Berfikir
1. Perbedaan hasil belajar Fisika antara siswa yang diajar dengan metode Inkuiri dan metode Ekspositori.
Ketika guru menggunakan metode Inkuiri dalam pembelajaran, tercipta suasana pembelajaran yang aktif. Siswa lebih berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan aktifitas guru relatif lebih rendah, karena guru memposisikan dirinya hanya sebagai pembimbing siswa dalam memecahkan problem pembelajaran. Siswa lebih berpeluang untuk mendalami dan menguasai materi pelajaran, karena mereka akan lebih banyak mencari dan terlibat secara langsung dalam memecahkan permasalahan yang diberikan guru.
Pada metode Ekspositori siswa belajar cenderung pasif, karena siswa tidak dipacu untuk mendalami materi dan tidak ikut dilibatkan dalam mencari atau memecahkan persoalan pada materi pelajaran. Dalam pembelajaran guru adalah sebagai sumber informasi pelajaran dengan cara menerangkan pelajaran kepada siswa melalui kegiatan menjelaskan materi, membahas soal, tanya jawab, dan latihan yang diberikan guru.
Berdasarkan uraian di atas, diduga hasil belajar fisika siswa yang diajar dengan menggunakan metode Inkuiri lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan menggunakan metode Ekspositori.

2. Perbedaan hasil belajar Fisika pada siswa yang memiliki gaya belajar mandiri dan siswa yang memiliki gaya belajar bergantung.
Siswa yang memiliki gaya belajar mandiri, memiliki kesadaran yang tinggi, atau perhatian terhadap pelajaran, dan mampu menempatkan diri dalam kelas. Dalam pembelajaran siswa yang mempunyai gaya belajar mandiri cenderung aktif dan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap pelajaran yang di berikan oleh guru, dan mereka tidak begitu tergantung terhadap bimbingan dari guru, mereka dapat bekerja secara individu. Sehingga tugas-tugas yang diberikan oleh guru dapat dikerjakan dengan baik.
Sedangkan siswa yang memiliki gaya belajar bergantung, akan selalu tergantung kepada pihak lain dalam belajar. Mereka sangat tergantung kepada guru dalam pembelajaran seperti adanya perhatian dan bimbingan penuh dari gurunya. Siswa ini lebih mengandalkan cara belajar secara kelompok dan lebih menyukai adanya suatu komunikasi antar siswa maupun dengan gurunya dalam merespon pembelajaran. Siswa yang mempunyai gaya belajar bergantung hanya relatif mengandalkan pengetahuan yang diperoleh dari guru.
Berdasarkan uraian di atas, diduga hasil belajar fisika siswa yang memiliki gaya belajar mandiri lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya belajar bergantung.
3. Interaksi antara metode pembelajaran dan gaya belajar siswa terhadap hasil belajar Fisika.
Penerapan metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran agar berhasil optimal. Pemilihan metode pembelajaran secara tepat oleh guru dalam proses pembelajaran, sangat menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, karena apabila terjadi pemilihan metode pembelajaran yang salah oleh guru akan menyebabkan siswa tidak dapat memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru, bahkan tidak mengerti sama sekali.
Siswa merupakan individu yang berbeda. Salah satu perbedaan siswa yang dapat kita ketahui adalah perbedaan dalam gaya belajar yang mereka miliki. Perbedaan tingkat gaya belajar siswa menyebabkan masing-masing siswa berbeda cara belajarnya, terutama dalam merespon pelajaran dari guru, walaupun dalam metode pembelajaran yang sama maupun pada kelas yang sama. Karena adanya perbedaan gaya belajar antar siswa akan menyebabkan hasil belajar yang di peroleh juga turut berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya belajar siswa terhadap hasil belajar fisika.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 20, 2010 inci Materi Kuliah S2 MPEP

 

Tag: